Tuhan
Maha
Pengasih
“ Segala puji bagi Allah, Tuhan seluruh
alam,
Yang Maha Pengasih, Maha Penyayang.”
(Q.S Al fatihah : 2-3)
Kuarungi kehidupan ini dengan penuh
kesadaran
Sadar akan kuasa Rabbku
Sadar akan kebesaranNya
Dan yang terpenting sadar bahwa ia dzat
yang Maha Pengasih.
Cinta
seorang hamba
“takada cinta yang hakiki kecuali cinta
kepada sang ilahi.
Tak akan dikenal sebuah kesia-siaan,
kekecewaan, tersakiti atau kegundahan hati
Ia selalu bersemayam dalam sanubari,
lebih dekat dari urat nadi.
Betapa tak ada alasan lagi untuk
mencintainya dengan sepenuh hati.”
Ukhibukifillah
Setiap
insan akan merasakan diri yang kerontang. Kekosongan jiwa yang tak bisa diungkapkan.
Lemahnya hati membuat futurnya iman yang bersemayam di dalam dada. Hanya keangkuhanlah yang tak mau mengakuinya.
Cinta yang hakiki adalah cinta yang menimbulkan kenyamanan diri. Siapa lagi
kalau bukan kepadaNya? Kita memiliki Rabb yang begitu Maha Pengasih. Tak perlu diragukan
lagi sepengasihnya Dia kepada hambaNya. Dari mulai kebutuhan manusia saja Dia
mengaturnya dengan sempurna tanpa ada kekurangan. Oksigen terbang bebas di mana-mana
, didapatkan oleh setiap insan siapa saja yang membutuhkan. Tak harus izin dan
tak harus bayar. Semua disediakan olehNya gratis tanpa ada dispensasi waktu,
bersifat unlimited dan juga tak ada materialistik sama sekali. Inilah bentuk
kasih sayang paling sederhana yang Allah Subhaanahu wata'ala tunjukkan kepada
hambaNya. Bayangkan saja tatkala dunia hampa akan udara, oksigen musnah
seketika, jutaan manusia akan tercekik lantaran tak bisa bernafas, mereka sesak
nafas yang menghimpit bagaikan ikan yang terkapar dilautan. na'udzubillah.
Sudah
sebatas mana rasa cintamu kepada Allah Subhaanahu wata'ala? Ada sebuah kisah
yang begitu membuat iri. Betapa besar kecintaan mereka kepadaNya. Cerita datang
dari sebuah kisah Rasulullah shallahu
‘alaihi wasallam setiap malam
beliau akan menangis dalam kesendirian, menangisi akan setiap dosa sehingga
membuatnya malu di hadapan Sang Pencipta. Mashaallah…. Orang yang terjaga dari
segala dosa tetap merasa malu dan terus memohon ampun kepadaNya, namun manusia
sekarang yang banyak dosa namun tak ubah bagaikan manusia yang tak punya dosa.
Sekar
Prembayun.
Ia tertegun.
“Ealah…
Sudah jam berapa ini? KULIAH.” Ujarnya tersadar.
Buku bacaannya
tertutup seketika. Ia beranjak dari meja belajarnya. Memburu sisa waktu yang
tersisa untuk berangkat ke kampus pagi itu. Selepas shalat malam ia selalu
menyempatkan untuk mandi pagi sesuai amalan sunnah dari rasulullah, jadi
rasanya ia tidak terlalu terburu waktu. Lima menit lagi perkuliahan akan segera
dimulai. Ia langsung menarik kerudung yang tertumpuk di lemarinya. HEY! Ada bagian
yang hilang berbentuk segitiga.BOLONG! aku tertawa terkekeh menatap kerudungku
yang gosong akibat alat gosokan yang konslet. Gosokan yang tak bisa dikecilkan
ataupun di besarkan. Namun, panasnya senantiasa memuncak jika sudah lama di
colokkan. SIASAT SIASAT SIASAT. Bagian bolong menjadi tempatku untuk melipat
kerudung, kebetulan bagian bolong terdapat di pinggir bagian pesisir kerudung
dan masih bisa di siasati. Aku kembali terkekeh.
Lima belas
menit berlalu. TERLAMBAT!
Ganggang pintu
kelas kusentuh dengan nafas yang menderu.
“Assalamu’alaikum.
Maaf Pak saya terlambat.” Ujarku malu.
“Wa’alaikummussalam.”
Jawab sang dosen sambil mengangguk.
Aku berjalan
menuju kursi paling belakang dengan tertunduk.
Terduduk di
kursi.
Sang dosen
berjalan menghampiri, belum selesai nafasku berjalan dengan normal. Tiba-tiba
beliau mendekat.
“Tolong
Mbak, kerjakan soal di depan!” Perintah sang dosen sambil menyodorkan spidol
papan tulis.
Nah.Nah.
Saya merasa
kikuk. Baru saja datang, belum sempat melepas tas, baru sedetik terduduk,
bahkan nafas masih kencang menderu begitu tak terkontrol.
“Ayo.”
Ujar sang dosen lagi.
Tanganku meraih
spidol yang diulurkan kepadaku.
Tubuhku harus
bangkit lagi, berjalan ke depan mendekati papan tulis.
GEOMETRI
ANALITIK. 3 DIMENSI.
“Welahdalah…”
Gumamku dalam hati.
Aku menoleh
ke belakang, kearah teman-temanku duduk. Beberapa teman akhwat terkekeh
melihatku. “Semangat Sekar.” Bisik mereka sambil tertawa geli.
Aku kembali
menatap soal di papan tulis.
Lima
menit tanpa bergerak sedikitpun. Lalu, aku tersenyum kecut.
“Alhamdulillah,
Allah masih cinta saya. Semalam saya habis membabat habis materi ini.” Gumamku
di dalam hati.
Tanganku terampil
menulis jawaban dari papan tulis. Titik.
Akhirnya aku
selesai menuliskan jawaban. Meletakkan spidol di atas meja dosen dan kembali ke
tempat duduk.
Sang dosen
menatap lekat-lekat papan tulis yang berisikan jawabanku. Lalu melangkah ke
depan mendekati mejanya.
“Bagus. Silahkan
di salin jawaban temannya.”
“Allahu
akbar.” Hatiku bertakbir.
“Namanya
siapa mbak?” Tanya sang dosen.
“Sekar.
Sekar Prembayun, Pak.”
Jika
Allah selamatkan kita, kenapa kita enggan menyelamatkan agamaNya? Jika Allah
begitu perhatian kepada kita kenapa kita enggan begitu perhatian untuk menuruti
perintahNya? Jika Allah saja tak ingin kita di kecewakan lalu kenapa kita
selalu mengecewakan Dia? Bahkan jika Allah saja cinta kepada kita kenapa kita
enggan menjaga cinta kita untukNya?
“Allah….”
Gumamku dalam hati.
Baca juga Lanjutan Ceritan dari "Mimpi sebelum Tanda Jeda":
Baca juga Lanjutan Ceritan dari "Mimpi sebelum Tanda Jeda":