ads

Akar atau Solusi ? Atau hanya mengkritisi terkait yang terjadi di Negri ini?

Tags:

Vita septi susanti
Abad global merupakan sebuah perwujudan dari adanya perkembangan dan kemajuan teknologi berupa globalisasi. Hidup dalam dunia yang terbuka, dunia tanpa mengenal batas , dunia dimana orang-orang mudah untuk berkomunikasi, menjangkau manusia yang jauh menjadi kian dekat hingga menyebabkan batas bangsa semakin kian tidak jelas. Ungkapan dunia tak selebar daun kelor pun terbantahkan sekarang. Dirasakan atau tidak, dunia sekarang terasa kecil. Dalam buku kebijakan pendidikan menganalisis bahwa beberapa ahli futuristic melihat fenomena globalisai sebagai sesuatu yang telah melahirkan triple three revolution, yaitu revolusi telekomunikasi, revolusi informasi, dan revolusi travel semua kemajuan tersebut telah mendorong dunia menjadi satu dengan batas ruang dan waktu yang sangat nisbi. Namun, kehidupan global tak melulu dimaknai sebagai tantangan tapi dimaknai sebagai peluang.
Dalam menguasai kehidupan global dibutuhkan manusia-manusia dengan kualitas yang handal. Excellent. Manusia kualitas handal yang mempu bersaing dengan arus positif. Menyerukan ide –ide kreatif, menghasilkan produk-produk new and good, dan berprestasi dalam berkompetisi. Namun sayangnya, hal yang perlu menjadi perhatian kita bersama, untuk menghasilkan manusia dengan kualitas handal masih tersendat pada kualitas yang terjadi pada system di Negara kita. Untuk menghasilkan manusia dengan kualitas yang handal tentulah membentuk pendidikan atau pembekalan yang handal juga. Sayangnya, proses pendidikan dan pengajaran kita hanya melahirkan output dan outcame “bermental tukang dan mental pegawai.” Yah, yang miskin imajinasi dan lemah karakter.
Memang pada dasarnya pendidikan bak eksperimen yang tidak akan ada habisnya. Senantiasa berekperimen sampai kapanpun juga. Hal itu dikarenakan pendidikan merupakan peradaban dan kebudayaan yang harus ada dan terus berkembang. Di tengah tudingan dan kritikan terhadap dunia pendidikan saat ini bahwa pendidikan telah gagal untuk menghasilkan kualitas output sebagaimana yang diinginkan, misalnya semakin banyaknya tindak korupsi , kolusi dan nepotisme di Indonesia, angka pengangguran kian meningkat, kejahatan kian meresahkan para umat dan masih banyak lagi sebagai produk-produk yang tidak berhasil namun disisi lain pendidikan telah berhasil dalam mencapai perannya sendiri dikarenakan masih banyaknya para kritisi, analis, pengamat, pakar yang sering melontarkan pendapatnya.
Selama ini ada beberapa pertanyaan yang mengelitik, yaitu mengapa permaslahan seperti korupsi, pendidikan minim kulitas, kemiskinan, narkoba terorisme dan beberpa permasalahan lainnya yang tak juga menuai akar solusinya? Mengapa para pejabat yang mengaku kekuasaannya sebagai abdi negara seakan tak kunjung menggunakan hati nuraninya untuk menghentikan aksi bejatnya berkorupsi, kolusi dan nepotisme? Menngapa kapitalisme menjadi sebuah kekuasan besar tanpa antithesis? Hingga, pada setiap media masa penuh pemberitaahn penangkapan pejabat korup, ketidakadilan yang merajalela, kekerasan dan pertikaian skandal penipuan, pelanggaran norma dan etika dan lain sebagainya.
Carut marut kehidupan bermasyarakat dan bernegara di Indonesia ini membuat sejumlah pengkritis, analis, aktivis, kaum intelektual dan agamawan serta semua yang peduli berusaha mencari sumber permasalahan. Salah satu hasil pemikiran itu bahwa dunia pendidikan yang menjadi salah satu penyebab kondisi ketidakstabilan bangsa ini. di duga pendidikan gagal melahirkan generasi penerus yang berkarakter, cerdas, santun, jujur, afekti, psikomotorik, bertaqwa, memiliki toleransi tinggi, mandiri dan termaktub dalam satu kepribadian diri. Apakah hanya dunia pendidikan saja yang menjadi akar permasalahan yang terjadi? Tentu saja tidak. Tentu dunia pendidikan bukanlah satu institusi yang disalahkan tidak. Hanya saja diharapkan adanya gerak perubahan atau berbenah diri dari pendidikan yang ada hingga menjadi pendidikan yang unggul dengan system yang sebaik-baiknya yang melahirkan manusia-manusia unggul, bukan hanya cerdas di otak tapi cerdas di akhlak.
Selain itu, jika kita amati dengan baik, mungkin saja kondisi yang carut marut di kehidupan Negara kita terjadi adalah buah dari sebuah struktur yang korup. Aku, kita atau orang-orang yang menginginkan adanya perubahan, tidak sedang berhadapan melawan presiden yang tidak berkompeten menjalankan tugas, seorang menteri yang lebih mengutamakan kepentingan pribadi dan partainya, seorang hakim yang alpa dalam memutuskan perkara yang adil apabila disodori uang yang mengoda diri, atau polisi yang suka memeras, tetapi yang sebenarnya kita hadapi adalah sebuah kekuasaan struktur yang telah membudaya. Struktur itu bagaikan jarring laba-laba yang saling berhubungan satu sama lain.
Bisa saja, sekarang ini pejabat-pejabat yang terseret ke dalam penjara atas tindakan KKN dulunya mahasiswa-mahasisw kritis yang sangat getol menyerukan adanya perubahan, yang sangat geram pada pejabat yang melakukan menyimpangan, hanya saja kondisi empiris yang terjadi adalah mereka yang dahulunya idealispun akhirnya melakukan tindakan-tindakan yang dahulu sangat mereka benci dan kritisi.


Sumber: Hasballah, H. Kebijakan Pendidikan. Kota Depok. Rajawali Pers.

Terbaru dari KAMMI

Drop Down MenusCSS Drop Down MenuPure CSS Dropdown Menu Image and video hosting by TinyPic