ads

2 (cerbung) Mimpi sebelum Tanda Jeda

Tags:


Siapa KAMU?

betapa banyak insan yang lupa pada daratan, betapa banyak insan yang lupa pada kenyataan, dari semua kekhilafan, insan itu paling banyak lupa akan kasih sayang Rabb nya yang telah dititipkan.”


Suasana rapat tadi membuatku hanya bisa beristirahat dalam 5 menit. Duduk 5 menit. Bernafas lega 5 menit. Bersujud 5 menit. Memegang mushaf 5 menit. Makan 5 menit. Terbaring 5 menit. Semuanya serba 5 menit. Serasa waktu telah memburuku, berlari terbirit-birit  itulah yang bisa aku lakukan. Terkadang lisan meronta ingin mengucapkan lelah. Lelah. Lelah. Yah aku lelah. Namun, ku tahan, tertahan , tahan. Itu semua tak ada hasilnya jika ku keluarkan. Seraya menyibak dan mengotori sebuah ikhtiar yang tengah diperjuangkan. Aku tersenyum menatap hamparan sajadah yang terbentang luas.
“Lillah Sekar. Lillah.” Gumamku seraya menengadah dalam waktu dhuha.
Di masjid kampus, aku berjalan meletakkan mukenah pada tempatnya. Lalu terduduk pada dinding masjid. Mengatur nafas yang menderu, membuka catatan kecil yang bertuliskan “Buku Agenda”. Tanganku membukanya dengan perlahan. Foto Abah dan Umi tersenyum manis membuka sebongkah semangat yang sempat terkunci.
MIMPI.
“Banyak cara meraih cita-cita.”
aku tersenyum.
Lembaran demi lembaran buku agenda kusibak satu persatu, hingga berhenti pada halaman terakhir yang penuh dengan coretan.
Drrtt…. Drrrttt…
“Sekar… segera merapat. Syuro akan segera dimulai. Anti dimana?”
Sebuah pesan masuk dari Aisyah.
“Iya.” Balasku.
Akupun langsung bangkit dari tempat dudukku. Memasukkan buku agenda ke dalam tas dengan terburu-buru lalu pergi meninggalkan masjid. Menuruni anak tangga dengan berlari kecil.
Tak!
“Seperti ada yang terjatuh” Gumamku sambil menoleh di sekitar. “Tidak ada.”
Aku kembali meneruskan perjalanan menuju gedung fakultas Matematika dan Sains. Kebetulan fakultas itu terletak jauh dari masjid. Lama aku berjalan menuju parkiran motor, ada sosok lelaki yang sedari tadi memperhatikan gerakku.
TUNGGU.
Aku berhenti untuk berjalan.
Mataku melirik ke arah lelaki tersebut tanpa menolehkan kepala dan hanya bermain mata.
Dia juga tersentak dan berhenti.
Pikiran aneh menelisik masuk. “Paling orang mau sama-sama ke parkiran.” Gumamku dalam hati. Aku kembali berjalan, menepis semua pikiran buruk. Mempercepat langkah dari biasanya.
Namun…
Orang itu juga mempercepat langkahnya. Berjarak 20 meter. Aku masih bisa merasakan atmosfer yang tidak enak. Masalahnya ini adalah laki-laki. Siapa dia? Siapa? Belum juga sampai di parkiran aku langsung berlari terbirit. “Ya Allah…”
Dag Dig Dug…
Orang itupun berlari.
“Allah…” Jeritku di dalam hati.
Seketika aku terus berlari kencang dengan kondisi hati yang berdegup kencang lantaran khawatir. Mencari satpam yang biasa siaga di daerah parkiran. Namun, seragam abu-abu ataupun putihnya tak juga lekas nampak dalam penglihatanku.
Aku mendesah. Tanganku merogoh kantung di jaketku, mencari kunci motor sambil berlari. Setelah dapat, aku langsung menghidupkan motor dan pergi meninggalkan area masjid.
Berjarak beberapa meter, aku masih bisa mengatur kecemasan yang tadi melanda. Namun apa yang terjadi, di kaca motorku melukiskan sosok lelaki yang mengikuti.
“Allah.” Jeritku dalam hati.
Tanganku langsung menarik gas motor dengan cepat. Begitu juga lelaki itu.
HEY… SIAPA KAMU?
“Sekar, ingat kejadian mahasiswa yang ditemukan di kamar mandi?WAHAHAHA… “
Mataku melotot.
“Mau apa itu orang ha? Ngikutin gua lu?” Gumamku merasakan kecemasan yang tak karuan.
Motor tetap melaju kencang menuju fakultas Matematika dan Sains.
Terasa lonjakan yang begitu tinggi lantaran aku melewati polisi tidur tanpa mengerem atau mengurangi kecepatan. Braaakkk! Sesekali motorku menggesek bagian permukaan polisi tidur. Aku hanya menutup mata dan mengucap istighfar.
Alhamdulillah fakultas Matematika dan Sains sudah di depan mata. Aku langsung memarkirkan motorku. Melepas helm dan mengunci stang. Namun, orang itu masih sibuk memarkirkan motornya di tempat yang sama.
Aku kembali mempercepat langkahku.
“Apa ane pergoki saja ya? Tinggal bilang. “Eh mas, kenapa dari tadi ngikutin ane?” ehh… GR kali jadi akhwat. Sekar, Sekar. Laluuuu…” gumamku.
Aku kembali melirik. Orang itu masih saja mengikutiku.
Wajahku masam. “Apa aku langsung bilang? Siapa kamu? Ada masalah apa?”gumamku. “Begitukah?” lanjutku.
Aku menjadi geram lantaran rasa khawatir di dalam dada begitu memuncak.
“Kalau aku di cekik, dipukul dan di apa-apakan bagaimana?” gumamku dalam hati. “Cari orang banyak, dia nggak bakal berani ngapa-ngapain kalau banyak orang.” Gumamku lagi.
Aku langsung mencari jalan yang ramai biasa anak teknik industri berkumpul.
Tanpa aku sadari, tepat di depan kumpulan anak teknik industry lelaki yang tadi mengikuti sejak dari masjid sudah berada 2 meter di belakangku.
Aku langsung membalikkan badan dan berkata dengan nada kencang, “Maaf mas, dari tadi saya perhatikan anda mengikuti saya. Jujur saya merasa risih. Ada apa? Mas perampok? Atau penculik?” ujarku dengan nada tinggi namun terdengar bergetar lantaran gugup setengah mati.
Lelaki itu terhenti dari langkahnya.
Aku hanya berani menatap rambutnya.
“Ekhhmmm….” Ujarnya bersuara, lalu tangannya mencari sesuatu di saku jaketnya.
“Allah… apa dia mau mengeluarkan benda tajam lalu melakukan tindakan criminal. Ya Allah… Ya Allah…” jeritku di dalam hati.
Seketika aku langsung berlari terbirit-birit meninggalkan lelaki tersebut. Kencang sekali.
Lelaki itupun mengikuti dengan berlari.
ALLAH….
Jantungku serasa ingin copot.
Lisanku mengucapkan “A’uudzu bikalimaatillaahit-taammaati ming syarri maa kholaq.”
          “Mbak!!!” Pekik lelaki itu.
          “Kalau dia penjahat kok manggil ane? Kok nggak langsung di tangkep , dipukul atau gimana?” Gumamku heran.
Lalu aku berhenti.
“Maaf, mbak ini aneh sekali. Sedari tadi saya berusaha mendekati mbak, tapi mbak seperti takut jika saya dekati. Saya hanya ingin memberikan ini.” Ujarnya sambil mengulurkan sebuah handphone berwarna hitam.
Mataku terperangah kaget. Ponselku berada di tangannya.
“Ini saya temukan tepat saat mbak melintas di depan saya, tadi mbak kurang tepat memasukkan handphone ke dalam tas, lalu handphone ini terjatuh tanpa mbak sadari. Saya langsung mengambil handphone, karena saat di masjid saya ragu apakah mbak pemilik handphone tadi atau bukan, saya berusaha mendekati mbak untuk memastikan, namun mbak malah menghindar terus.” Ujarnya dengan nafas terengah-engah. “Ini silahkan di ambil handphonenya mbak.” Lanjutnya sambil mengulurkan handphone.
Deg!
“Orang baik seperti ini kau kira penjahat, Sekar?” Bisik hatiku.
“Terima kasih banyak mas. Maafkan saya karena…” belum sempat aku menyelesaikan apa yang ingin kukatakan ia langsung menyeka dengan nafas yang menderu “Sama-sama mbak, saya permisi dulu. Ada kegiatan yang sedang menantikan saya.” Ujarnya sambil berbalik badan dan melangkah dengan cepat.
Tepat sebelum ia keluar fakultas “MAS, NAMANYA SIAPA?” Pekikku dengan suara tinggi.
Lelaki itu terhenti sejenak “Abdullah.”
“Abdullah.” Ujarku mengulangi ucapaknanya.
Allah…
Sekar… Sekar…


Baca juga Lanjutan Ceritan dari "Mimpi sebelum Tanda Jeda":

Terbaru dari KAMMI

Drop Down MenusCSS Drop Down MenuPure CSS Dropdown Menu Image and video hosting by TinyPic